Angin Harusnya

Menyadari, angin malam itu hanyalah menyaksikan tatapan indah mata nya pada ku. 
Angin pun sebenarnya tau tatapan itu tak sepenuhnya tulus, hanyalah sebuah sandiwara. 
Angin pun tau bahwa kebodohan ku yang membuat aku tak dapat melihat kebenaran. 
Angin sebenarnya berbisik padaku, tapi aku salah, mengacuhkan angin. 
Angin tak pernah henti berbisik padaku,
Derap kaki ku yang semakin yakin melangkah, 
Semakin meyakinkan angin untuk tetap mengingatkan ku. 
Namun sayang aku kembali tuli menutup hati dan telingaku. 
Angin menyaksikan malam itu, angin menggelengkan kepalanya, 
Angin sebenarnya sangat mencemaskan ku. 
Tapi aku kembali acuh, tak menghiraukan angin.
Angin harusnya menarikku, membawaku pergi saja. 
Angin harusnya tak membiarkan ku, melihat tatapan matanya, 
atau angin seharusnya menyadarkanku bahwa tatapan itu hanyalah sebuah sandiwara. 
Angin seret dia dari hati dan pikiran ini. 
Bawa pergi kenangan yang penuh sandiwara dari ku. 
Hingga tak ada lagi bekas nya angin. 

Bogor, 16 Juni 2016| RJ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hijrah itu Bukan hanya tentang Pakaian

Terperangkap dalam Indahnya Nafsu

MUIS KECIL YANG KUAT